Media Belajar Bersama ~ Gak ada yang lebih keren dari orang yang mengejar impiannya

Translate

Senin, 29 Januari 2024

Tinjauan Yuridis Terhadap Kejahatan Perbuatan Asusila Yang Terjadi Selama Penerbangan Sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

Judul:

Tinjauan Yuridis Terhadap Kejahatan Perbuatan Asusila Yang Terjadi Selama Penerbangan Sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

 

Url DOI: https://doi.org/10.36733/jhshs.v6i1.8770

  

Penulis:

Joko Susanto

  • Cokorda Istri Dian Laksmi Dewi

 

Afiliasi/Institusi:

Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah IV

 Universitas Ngurah Rai Denpasar


Email:

js@jokosusanto.com

joko_susanto@kemenhub.go.id

 

Abstrak:

Kejahatan berupa melakukan perbuatan asusila bukan hal yang baru dalam dunia penerbangan, bahkan kejahatan asusila telah terjadi didalam pesawat selama penerbangan. Akan tetapi sebagian kejahatan perbuatan asusila selama penerbangan pada akhirnya banyak yang berakhir damai. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimanakah ketentuan pidana terhadap kejahatan berupa melakukan perbuatan asusila selama penerbangan. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui ketentuan pidana terhadap kejahatan berupa melakukan perbuatan asusila selama penerbangan. Pendekatan penelitian adalah yuridis normatif, pendekatan yuridis normatif adalah jenis pendekatan dalam penelitian hukum yang mengkaji hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang menjadi patokan berperilaku manusia. Penelitian ini akan berusaha menemukan kebenaran koherensi, yaitu apakah aturan hukum sesuai dengan norma hukum dan apakah norma hukum yang berisi mengenai kewajiban dan sanksi tersebut sesuai dengan prinsip hukum. Adapun hasil penelitian ini adalah dalam Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 belum mengatur ketentuan pidana terhadap kejahatan perbuatan asusila selama penerbangan.

 Keywords: Perbuatan Asusila, Pidana Asusila Di Penerbangan

 

Full Text:

 

DOI : https://doi.org/10.36733/jhshs.v6i1.8770

 

Jurnal ini telah diterbitkan di Jurnal Hukum Saraswati (JHS)

Universitas Mahasaraswati Denpasar

ISSN  : 2715-758X (cetak), ISSN : 2720-9555 (online)

Share:

Kamis, 11 Januari 2024

Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber Di Desa Adat Sangeh Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung Bali

Judul:
Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber Di Desa Adat Sangeh Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung Bali


Url DOI:

https://doi.org/10.36733/jadma.v4i1.6180


Penulis: 

  1. Putu Eka Trisna Dewi
  2. Karyoto
  3. Cokorda Gede Swetasoma
  4. I Nyoman Toya
  5. Joko Susanto
  6. I Wayan Pariawan
  7. I Wayan Sudiarta
  8. Roni Eko Susanto
  9. I Made Suarka


Afiliasi : 

Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah IV

Universitas Ngurah Rai Denpasar


Email: 

js@jokosusanto.com

joko_susanto@kemenhub.go.id


Abstrak: 

Desa Wisata Sangeh adalah salah satu desa wisata di Kabupaten Badung yang memiliki berbagai potensi wisata yang masih bisa dikembangkan dan dioptimalkan. Salah satu permasalahan Desa Wisata adalah terkait pengelolaan sampah di tempat wisata. Sampah organik dan anorganik tentunya harus dipisah agar mudah untuk dikelola kembali dan tidak mencemari lingkungan. Pascasarjana Universitas Ngurah Rai melakukan PkM bermitra dengan DTW Sangeh (Taman Mumbul dan Alas Pala) yang mengundang Bendesa Adat Sangeh dan Perbekel Desa Adat Sangeh dalam berdiskusi dengan peserta Pengabdian terkait permasalahan yang ada dalam pengelolaan Desa Wisata Sangeh. Maka dalam kesempatan tersebut Pascasarjana Universitas Ngurah Rai selain melakukan bersih-bersih lingkungan dengan melakukan pemilahan sampah berbasis sumber juga menyerahkan 2 buah tong sampah yang dapat dipergunakan ditempat wisata Sangeh.

Keywordspengabdian, pengelolaan sampah, desa wisata sangeh


Full Text:



DOI : https://doi.org/10.36733/jadma.v4i1.6180

Jurnal ini telah diterbitkan di Jurnal Abdi Dharma Masyarakat (JADMA)

Universitas Mahasaraswati Denpasar

Share:

Selasa, 02 Januari 2024

Kewenangan Kantor Otoritas Bandara Wilayah IV Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pemalsuan Pas Bandara

Judul: Kewenangan Kantor Otoritas Bandara Wilayah IV Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pemalsuan Pas Bandara

Url DOI:


Penulis: 

Joko Susanto

Ni Made Rai Sukardi


Afiliasi : 

Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah IV

Universitas Mahendradatta Denpasar


Email: 

js@jokosusanto.com

joko_susanto@kemenhub.go.id


Abstract:

The number of incidents of counterfeiting airport pas poses a risk of threats to aviation security that can result in aviation law violations, for that law enforcement is needed in order to provide a deterrent effect while realizing legal certainty against perpetrators of airport passport forgery. The formulation of the problem in this study is how the authority of the Region IV Airport Authority Office in law enforcement against counterfeiting airport pas, as well as what factors hinder law enforcement against counterfeiting airport pas, the objectives of this study are, first, to determine the authority of the Region IV Airport Authority Office in law enforcement against counterfeiting airport pas, second, to determine the factors that hinder law enforcement against counterfeiting airport pas. The research approach used is normative juridical, the normative juridical approach seeks to understand the law from a theoretical and philosophical perspective. This research uses normative legal research methods by analyzing various legal sources such as constitutions, laws, court decisions, legal doctrines, and opinions of legal experts. The results of this study are first, the authority of the Region IV Airport Authority Office in law enforcement against counterfeiting airport pas has not been maximized, as evidenced by the Region IV Airport Authority Office has never taken action in court against counterfeiting airport pas. Second, the factor that hinders the law enforcement of airport pass forgery is that the Region IV Airport Authority Office does not yet have the authority to investigate the criminal offense of airport pas forgery.


Abstrak: 

Banyaknya kejadian pemalsuan pas Bandara menimbulkan resiko ancaman terhadap keamanan penerbangan yang dapat berakibat terjadinya tindakan melawan hukum penerbangan, untuk itu dibutuhkan penegakan hukum dalam rangka memberikan efek jera sekaligus mewujudkan kepastian hukum kepada para pelaku pemalsuan pas Bandara. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kewenangan Kantor Otoritas Bandara Wilayah IV dalam penegakan hukum terhadap pemalsuan pas Bandara, serta faktor apa yang menjadi penghambat penegakan hukum terhadap pemalsuan pas Bandara, tujuan penelitian adalah, pertama mengetahui kewenangan Kantor Otoritas Bandara Wilayah IV dalam penegakan hukum terhadap pemalsuan pas Bandara, kedua mengtahui faktor yang menghambat penegakan hukum pemalsuan pas Bandara. Pendekatan penelitian adalah yuridis normatif, Pendekatan yuridis normatif mencoba untuk memahami hukum dari perspektif teoritis dan filosofis. Penelitian melibatkan analisis terhadap berbagai sumber hukum seperti konstitusi, undang-undang, putusan pengadilan, doktrin hukum, dan pendapat para ahli hukum. Adapun hasil penelitian ini adalah pertama, kewenangan Kantor Otoritas Bandara Wilayah IV dalam penegakan hukum terhadap pemalsuan pas Bandara belum terlaksana maksimal, dibuktikan Kantor Otoritas Bandara Wilayah IV belum pernah melakukan penindakan hingga ke pengadilan terhadap pemalsuan pas Bandara. Kedua, faktor yang menghambat penegakan hukum pemalsuan pas Bandara yaitu bahwa Kantor Otoritas Bandara Wilayah IV belum memiliki kewenangan penyidikan terkait tindak pidana pemalsuan pas bandara.

KeywordsPemalsuan Pas Bandara, Penegakan Hukum, Otoritas Bandar  Udara


Full Text:


DOI : 

Jurnal ini telah diterbitkan di Raad Kertha

Universitas Mahendradatta

Share:

Jumat, 29 Desember 2023

Ketentuan Pidana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

P
enerbangan telah menjadi bagian penting dalam kehidupan modern kita. Dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban di sektor penerbangan, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Undang-undang ini mengatur berbagai ketentuan pidana yang berkaitan dengan penerbangan di Indonesia. Dalam artikel ini akan penulis tampilkan ketentuan pidana yang terkait dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009. 

     Ketentuan pidana dalam Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 diuraikan pada pasal 401 s.d pasal 443 atau sebanyak 43 pasal, untuk lebih jelas selanjutnya akan dijabarkan ketentuan pidana beserta perbuatan pidana yang ada dalam Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009.

Berikut uraian lengkapnya:

Pasal 401:

“Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki kawasan udara terlarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Pasal 7 ayat (2):

“Pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing dilarang terbang melalui kawasan udara terlarang.”

 

Pasal 402:

“Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki kawasan udara terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Pasal 7 ayat (4):

“Kawasan udara terbatas hanya dapat digunakan untuk penerbangan pesawat udara negara.”

 

Pasal 403:

“Setiap orang yang melakukan kegiatan produksi dan/atau perakitan pesawat udara, mesin pesawat udara, dan/atau baling-baling pesawat terbang yang tidak me6miliki sertifikat produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Pasal 19 ayat (1):

“Setiap badan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan produksi dan/atau perakitan pesawat udara, mesin pesawat udara, dan/atau baling-baling pesawat terbang wajib memiliki sertifikat produksi.”

 

Pasal 404:

“Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak mempunyai tanda pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Pasal 24:

“Setiap pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran.”

 

Pasal 405:

“Setiap orang yang memberikan tanda-tanda atau mengubah identitas pendaftaran sedemikian rupa sehingga mengaburkan tanda pendaftaran, kebangsaan, dan bendera pada pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).”

Pasal 28:

(1) Setiap orang dilarang memberikan tanda-tanda atau mengubah identitas pendaftaran sedemikian rupa sehingga mengaburkan tanda pendaftaran, kebangsaan, dan bendera pada pesawat udara.

(2) Setiap orang yang mengaburkan identitas tanda pendaftaran dan kebangsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

  • peringatan; dan/atau
  • pencabutan sertifikat.

 

Pasal 406:

(1) Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memenuhi standar kelaikudaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 34:

(1) Setiap pesawat udara yang dioperasikan wajib memenuhi standar kelaikudaraan

(2) Pesawat udara yang telah memenuhi standar kelaikudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi sertifikat kelaikudaraan setelah lulus pemeriksaan dan pengujian kelaikudaraan

 

Pasal 407:

“Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memiliki sertifikat operator pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).”

Pasal 41:

(1) Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara untuk kegiatan angkutan udara wajib memiliki sertifikat

(2) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

  • sertifikat operator pesawat udara (air operator certificate), yang diberikan kepada badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil untuk angkutan udara niaga; atau
  • sertifikat pengoperasian pesawat udara (operating certificate), yang diberikan kepada orang atau badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil untuk angkutan udara bukan niaga.

 

Pasal 408:

“Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memiliki sertifikat pengoperasian pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Pasal 41:

(1) Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara untuk kegiatan angkutan udara wajib memiliki sertifikat

(2) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

  • sertifikat operator pesawat udara (air operator certificate), yang diberikan kepada badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil untuk angkutan udara niaga; atau
  • sertifikat pengoperasian pesawat udara (operating certificate), yang diberikan kepada orang atau badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil untuk angkutan udara bukan niaga.

 

Pasal 409:

“Setiap orang selain yang ditentukan dalam Pasal 47 ayat (1) yang melakukan perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang dan komponennya dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”

Pasal 47:

Perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang dan komponennya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 hanya dapat dilakukan oleh:

  • perusahaan angkutan udara yang telah memiliki sertifikat operator pesawat udara;
  • badan hukum organisasi perawatan pesawat udara yang telah memiliki sertifikat organisasi perawatan pesawat udara (approved maintenance organization); atau
  • personel ahli perawatan pesawat udara yang telah memiliki lisensi ahli perawatan pesawat udara (aircraft maintenance engineer license).

 

Pasal 410:

“Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara sipil Indonesia atau asing yang tiba di atau berangkat dari Indonesia dan melakukan pendaratan dan/atau tinggal landas dari bandar udara yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 52 dipidana dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau denda Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Pasal 52:

1)    Setiap pesawat udara sipil Indonesia atau asing yang tiba di atau berangkat dari Indonesia hanya dapat mendarat atau lepas landas dari bandar udara yang ditetapkan untuk itu.

2)    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam keadaan darurat.

3)    Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

  • peringatan;
  • pembekuan sertifikat; dan/atau
  • pencabutan sertifikat.

 

Pasal 411:

“Setiap orang dengan sengaja menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara yang membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang dan barang,dan/atau penduduk atau merugikan harta benda milik orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Pasal 53:

1)    Setiap orang dilarang menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang dan barang, dan/atau penduduk atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum atau merugikan harta benda milik orang lain.

2)    Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

  • pembekuan sertifikat; dan/atau
  • pencabutan sertifikat.

 

Pasal 412, menyatakan:

(1) Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan melakukan perbuatan yang melanggar tata tertib dalam penerbangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3) Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan mengambil atau merusak peralatan pesawat udara yang membahayakan keselamatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(4) Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan mengganggu ketenteraman, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(5) Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan mengoperasikan peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(6) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) atau ayat (5) mengakibatkan kerusakan atau kecelakaan pesawat dan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

(7) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau ayat (5) mengakibatkan cacat tetap atau matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 54:

Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan dilarang melakukan:

  • perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan;
  • pelanggaran tata tertib dalam penerbangan;
  • pengambilan atau pengrusakan peralatan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan;
  • perbuatan asusila;
  • perbuatan yang mengganggu ketenteraman; atau
  • pengoperasian peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan.

 

Pasal 413:

(1) Setiap personel pesawat udara yang melakukan tugasnya tanpa memiliki sertifikat kompetensi atau lisensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Pasal 58 ayat (1):

Setiap personel pesawat udara wajib memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi.

 

Pasal 414:

Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)

Pasal 63 ayat (1):

Dalam keadaan tertentu dan dalam waktu terbatas pesawat udara asing dapat dioperasikan setelah mendapat izin dari Menteri.

 

Pasal 415:

Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara sipil asing yang dioperasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak memenuhi persyaratan kelaikudaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)

Pasal 63:

(1) Pesawat udara yang dapat dioperasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia hanya pesawat udara Indonesia.

(2) Dalam keadaan tertentu dan dalam waktu terbatas pesawat udara asing dapat dioperasikan setelah mendapat izin dari Menteri.

(3) Pesawat udara sipil asing dapat dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara nasional untuk penerbangan ke dan dari luar negeri setelah adanya perjanjian antarnegara.

(4) Pesawat udara sipil asing yang akan dioperasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi persyaratan kelaikudaraan.

 

Pasal 416:

Setiap orang yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri tanpa izin usaha angkutan udara niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

Pasal 84:

Angkutan udara niaga dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara nasional yang telah mendapat izin usaha angkutan udara niaga

 

Pasal 417:

Setiap orang yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri tanpa izin usaha angkutan udara niaga berjadwal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

Pasal 85 ayat (1):

Angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara nasional yang telah mendapat izin usaha angkutan udara niaga berjadwal

 

Pasal 418:

Setiap orang yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar negeri tanpa persetujuan terbang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

Pasal 93 ayat (1):

Kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar negeri yang dilakukan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional wajib mendapatkan persetujuan terbang dari Menteri

 

Pasal 419:

(1) Setiap orang yang melakukan pengangkutan barang khusus dan berbahaya yang tidak memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 136 ayat (1):

Pengangkutan barang khusus dan berbahaya wajib memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan

 

Pasal 420:

Pemilik, agen ekspedisi muatan pesawat udara, pengirim, badan usaha bandar udara, unit penyelenggara bandar udara, badan usaha pergudangan, atau badan usaha angkutan udara niaga yang melanggar ketentuan pengangkutan barang khusus dan/atau berbahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 138 ayat (1):

Pemilik, agen ekspedisi muatan pesawat udara, atau pengirim yang menyerahkan barang khusus dan/atau berbahaya wajib menyampaikan pemberitahuan kepada pengelola pergudangan dan/atau badan usaha angkutan udara sebelum dimuat ke dalam pesawat udara

 

Pasal 421:

(1) Setiap orang berada di daerah tertentu di bandar udara, tanpa memperoleh izin dari otoritas bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap orang membuat halangan (obstacle), dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yang membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 210:

Setiap orang dilarang berada di daerah tertentu di bandar udara, membuat halangan (obstacle), dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan, kecuali memperoleh izin dari otoritas bandar udara

 

Pasal 422:

(1) Setiap orang dengan sengaja mengoperasikan bandar udara tanpa memenuhi ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan kerugian harta benda seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 217 ayat (1):

Setiap bandar udara yang dioperasikan wajib memenuhi ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan, serta ketentuan pelayanan jasa bandar udara.

 

Pasal 423:

(1) Personel bandar udara yang mengoperasikan dan/atau memelihara fasilitas bandar udara tanpa memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 222 ayat (1):

Setiap personel bandar udara wajib memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi

 

Pasal 424:

(1) Setiap orang yang tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara dan/atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 ayat (1) berupa kematian atau luka fisik orang yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 ayat (2) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Setiap orang yang tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara dan/atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 ayat (1) berupa:

  • musnah, hilang, atau rusak peralatan yangdioperasikan; dan/atau
  • dampak lingkungan di sekitar bandar udara, yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 ayat (2) huruf b dan huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 240:

1)    Badan usaha bandar udara bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara dan/atau pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara

2)    Tanggung jawab terhadap kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  • kematian atau luka fisik orang;
  • musnah, hilang, atau rusak peralatan yangdioperasikan; dan/atau
  • dampak lingkungan di sekitar

 

Pasal 425:

Setiap orang yang melaksanakan kegiatan di bandar udara yang tidak bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan dan/atau fasilitas bandar udara yang diakibatkan oleh kegiatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Pasal 241:

Orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha yang melaksanakan kegiatan di bandar udara bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan dan/atau fasilitas bandar udara yang diakibatkan oleh kegiatannya

 

Pasal 426:

Setiap orang yang membangun bandar udara khusus tanpa izin dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 247 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Pasal 247 ayat (1):

Dalam rangka menunjang kegiatan tertentu, Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum Indonesia dapat membangun bandar udara khusus setelah mendapat izin pembangunan dari Menteri

 

Pasal 427:

Setiap orang yang mengoperasikan bandar udara khusus dengan melayani penerbangan langsung dari dan/atau ke luar negeri tanpa izin dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 249:

Bandar udara khusus dilarang melayani penerbangan langsung dari dan/atau ke luar negeri kecuali dalam keadaan tertentu dan bersifat sementara, setelah memperoleh izin dari Menteri

  

Pasal 428:

(1) Setiap orang yang mengoperasikan bandar udara khusus yang digunakan untuk kepentingan umum tanpa izin dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 250 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 250:

Bandar udara khusus dilarang digunakan untuk kepentingan umum kecuali dalam keadaan tertentu dengan izin Menteri,dan bersifat sementara

 

Pasal 429:

Setiap orang yang menyelenggarakan pelayanan navigasi penerbangan tidak memiliki sertifikat pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 275 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Pasal 275 ayat (1):

Lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 271 ayat (2) wajib memiliki sertifikat pelayanan navigasi penerbangan yang ditetapkan oleh Menteri

 

Pasal 430:

(1) Personel navigasi penerbangan yang tidak memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 292 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Pasal 292 ayat (1):

Setiap personel navigasi penerbangan wajib memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi

 

Pasal 431:

(1) Setiap orang yang menggunakan frekuensi radio penerbangan selain untuk kegiatan penerbangan atau menggunakan frekuensi radio penerbangan yang secara langsung atau tidak langsung mengganggu keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 306 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) Tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 306:

Setiap orang dilarang:

  • menggunakan frekuensi radio penerbangan kecuali untuk penerbangan; dan
  • menggunakan frekuensi radio yang secara langsung atau tidak langsung mengganggu keselamatan penerbangan

 

Pasal 432:

Setiap orang yang akan memasuki daerah keamanan terbatas tanpa memiliki izin masuk daerah terbatas atau tiket pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

Pasal 334 ayat (1):

Orang perseorangan, kendaraan, kargo, dan pos yang akan memasuki daerah keamanan terbatas wajib memiliki izin masuk daerah terbatas atau tiket pesawat udara bagi penumpang pesawat udara, dan dilakukan pemeriksaan keamanan

 

Pasal 433:

Setiap orang yang menempatkan petugas keamanan dalam penerbangan pada pesawat udara niaga berjadwal asing dari dan ke wilayah Republik Indonesia tanpa adanya perjanjian bilateral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 341, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Pasal 341:

Penempatan petugas keamanan dalam penerbangan pada pesawat udara niaga berjadwal asing dari dan ke wilayah Republik Indonesia hanya dapat dilaksanakan berdasarkan perjanjian bilateral

 

Pasal 434:

Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara kategori transpor tidak memenuhi persyaratan keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 342 sehingga mengakibatkan kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Pasal 342:

Setiap badan usaha angkutan udara yang mengoperasikan pesawat udara kategori transpor wajib memenuhi persyaratan keamanan penerbangan

 

Pasal 435:

Setiap orang yang masuk ke dalam pesawat udara, daerah keamanan terbatas bandar udara, atau wilayah fasilitas aeronautika secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 344 huruf c:

Masuk ke dalam pesawat udara, daerah keamanan terbatas bandar udara, atau wilayah fasilitas aeronautika secara tidak sah

 

Pasal 436:

(1) Setiap orang yang membawa senjata, barang dan peralatan berbahaya, atau bom ke dalam pesawat udara atau bandar udara tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.

(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 344 huruf d:

Membawa senjata, barang dan peralatan berbahaya, atau bom ke dalam pesawat udara atau bandar udara tanpa izin

 

Pasal 437:

(1) Setiap orang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.

(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 344 huruf e:

Menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan

 

Pasal 438:

(1) Kapten penerbang yang sedang bertugas yang mengalami keadaan bahaya atau mengetahui adanya pesawat udara lain yang diindikasikan sedang menghadapi bahaya dalam penerbangan, tidak  emberitahukan kepada unit pelayanan lalu lintas penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 354 sehingga berakibat terjadinya kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

Pasal 354:

Kapten penerbang yang sedang bertugas yang mengalami keadaan bahaya atau mengetahui adanya pesawat udara lain yang diindikasikan sedang menghadapi bahaya dalam penerbangan wajib segera memberitahukan kepada unit pelayanan lalu lintas penerbangan

 

Pasal 439:

(1) Setiap personel pelayanan lalu lintas penerbangan yang pada saat bertugas menerima pemberitahuan atau mengetahui adanya pesawat udara yang berada dalam keadaan bahaya atau hilang dalam penerbangan tidak segera memberitahukan kepada instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pencarian dan pertolongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 355 sehingga mengakibatkan kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

Pasal 355:

Setiap personel pelayanan lalu lintas penerbangan yang bertugas wajib segera memberitahukan kepada instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pencarian dan pertolongan setelah menerima pemberitahuan atau mengetahui adanya pesawat udara yang berada dalam keadaan bahaya atau hilang dalam penerbangan.

 

Pasal 440:

Setiap orang yang merusak atau menghilangkan bukti-bukti, mengubah letak pesawat udara, mengambil bagian pesawat udara atau barang lainnya yang tersisa akibat dari kecelakaan atau kejadian serius pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 360 ayat (1):

Setiap orang dilarang merusak atau menghilangkan bukti-bukti, mengubah letak pesawat udara, dan mengambil bagian pesawat udara atau barang lainnya yang tersisa akibat dari kecelakaan atau kejadian serius pesawat udara

 

Pasal 441:

(1) Tindak pidana di bidang penerbangan dianggap dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang yang bertindak untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.

(2) Dalam hal tindak pidana di bidang penerbangan dilakukan oleh suatu korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya

 

Pasal 442:

Ketentuan dalam hal panggilan terhadap korporasi, maka pemanggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan disampaikan kepada pengurus di tempat pengurus berkantor, di tempat korporasi itu beroperasi, atau di tempat tinggal pengurus

Pasal 443:

Dalam hal tindak pidana di bidang penerbangan dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda yang ditentukan.


Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan

Share:
Jasaview.id